Rabu, 19 Januari 2011

HMP UGM dan Prodi Ekonomi Islam UGM Jalin Kerjasama

Untuk menjalin hubungan yang baik antara di Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Program Studi Ekonomi Islam UGM, maka digelarlah pertemuan antara dua pihak tersebut, pada hari ini, Rabu, 19 Januari 2011, pukul 12.45 – 15.00 WIB. Pertemuan yang bertempat di Lt. 2 Gedung Perpustakaan Sekolah Pascasarjana UGM itu dibuka oleh Pengelola Prodi Ekonomi Islam UGM, Prof. Dr. Catur Sugiarto.

Dari pertemuan yang terdiri dari 5 orang perwakilan dari HMP UGM, yakni Pak Hayu (Ketum), Pak Mizan (Kewirausahaan), Pak Adit (Kerjasama), Laily (Kajian Strategis), dan Nita (Media dan Opini), dan 8 orang dari perwakilan mahasiswa Prodi Ekonomi Islam tahun 2010 dibahas mengenai kemungkinan kerjasama yang baik antara dua pihak. Di antaranya, yakni mengenai pendirian BMT, pengikutsertaan mahasiswa Prodi Ekonomi Islam UGM ke dalam kegiatan-kegiatan HMP UGM, dan lain-lain.

Dalam kesempatan itu, Pak Catur pun mengungkapkan, bahwa keberadaan Prodi Ekonomi Islam yang masih baru, yakni 3 tahun, membuatnya dalam kondisi berjuang, bukan dalam kondisi menikmati hasil. Namun, hal ini jugalah yang akan menempa diri menjadi lebih baik. Semoga harapan Pak Catur dapat terus terakomodasi, begitu pula dengan hubungan baik antara HMP UGM dan Prodi Ekonomi Islam UGM juga dapat terus terjalin baik hingga kemudian hari. (Nita)

Pertemuan Perdana Kegiatan Ibu-ibu HMP UGM

 
Tak ingin kalah dengan bapak-bapak di Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) Universitas Gadjah Mada (UGM), ibu-ibunya pun akan melaksanakan serangkaian kegiatan menarik yang akan mempererat hubungan antarmereka sebagai sesama pengurus HMP UGM. Untuk mengawali niat tersebut, digelarlah pertemuan yang membahas kegiatan apa saja yang kiranya ingin diselenggarakan, pada Jumat, 14 Januari 2011 lalu, bertempat di Sekretariatan HMP UGM.

Pertemuan yang dihadiri oleh 12 ibu-ibu ini, yakni Testi, Nita, Imhe, Laily, Ida, Ajeng, Ijeh, Hera, Nufus, Handa, Nisa, dan Asri akhirnya memutuskan 5 kegiatan ibu-ibu HMP UGM yang lebih lengkapnya sebagai berikut:
  1. 30 Januari 2011, Pukul 8.00 WIB: Masak-masak dan arisan (PJ: Nita dan Ijeh)
  2. 13 Februari 2011, Pukul 13.00 WIB: Renang dan arisan (PJ: Ida, Hera, dan Handa)
  3. 27 Februari 2011, Pukul 6.00 WIB: Sunday Morning dan Arisan (PJ: Dona dan Ajeng)
  4. 13 Maret 2011: Keterampilan membuat bros manik-manik + bunga dari sabun dan arisan (PJ: Testi dan Asri)
  5. 27 Maret 2011, Pukul 6.00 WIB: Senam dan arisan (PJ: Laily dan Nisa)
Kegiatan ini memang diadakan secara rutin setiap dua minggu sekali pada hari Minggu, dengan kegiatan utamanya adalah arisan. Meski begitu memang arisan dengan PJ: Imhe yang digelar ini benar-benar disesuaikan dengan kantong mahasiswa, yakni Rp 5.000,- per pertemuan. Hal ini karena yang diutamakan adalah ajang silahturahmi yang kiranya dapat selalu dijaga di organisasi ini, bukan nominalnya. Selain kegiatan yang telah direncanakan di atas, masih ada kegiatan-kegiatan lain yang kiranya dapat dilaksanakan di luar agenda utama, yakni Kamso bersama HIMMPAS, outbound, nobar, dan futsal ibu-ibu. (Nita)

Tim Recovery HMP UGM in Action

Meskipun masa tanggap darurat bencana Merapi sudah terlampaui, namun antusiasme publik untuk membantu korban Merapi masih tetap tinggi. Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) UGM, yang sejak masa tanggap darurat Merapi aktif mendistribusikan bantuan untuk korban Merapi, hingga saat ini masih tetap dipercaya untuk menjembatani bantuan oleh berbagai pihak. Termasuk bantuan dari Asrama Mahasiswa Penerima Bea-study Etos Bogor.

Bantuan yang disampaikan pada 9 Januari 2011  ini berupa 270 potong pakaian layak pakai, bubur bayi, makanan instan, dan biskuit. Bantuan tersebut telah didistribusikan langsung kepada warga Dukuh Boyong, melalui Kepala Dukuh Boyong, Bapak Sogimun. Ketua Tim Recovery HMP, Jefri Pranata, berharap agar bantuan didistribusikan kepada warga yang paling membutuhkan, mengingat jumlah bantuan terbatas. Selain dalam bentuk barang, Tim Recovery HMP juga memberikan bantuan berupa uang sebagai upah warga untuk pemasangan papan penunjuk arah. Hal tersebut merupakan salah satu upaya pemberdayaan masyarakat lokal dalam penanganan bencana, dengan menjadikan mereka sebagai subjek sekaligus objek di setiap program, baik pada saat bencana maupun pasca bencana.

Perkembangan terkini Dukuh Boyong, berdasarkan penuturan Kepala Dukuh, diketahui pembuatan dua sumur bor tengah diupayakan di Dukuh Boyong oleh Rumah Zakat, dengan estimasi dana untuk setiap sumur sekitar Rp. 17 juta. Biaya pengeboran relatif tinggi, mengingat lokasi dukuh boyong berada di lereng kaki Gunung Merapi, sehingga muka air tanah relatif dalam, yakni > 25 meter. Keberhasilan pembuatan sumur bor pun, belum bisa dipastikan, dan baru pertama kali dilakukan di lokasi tersebut. Penyediaan kebutuhan air sehari-hari warga, masih disuplay oleh Palang Merah Indonesia (PMI).

Kondisi sapi perah warga, sebagian sudah mulai pulih dengan hasil perahan susu meningkat. Namun sebagian lagi, masih mengalami gangguan kesehatan dengan berat badan terus merosot, karena kurang asupan tambahan. Untuk meningkatkan produksi susu, biasanya warga menggunakan konsentrat sebagai asupan tambahan. Namun, pasca bencana erupsi Merapi kondisi ekonomi warga masih belum pulih, sehingga tidak mampu membeli konsentrat untuk ternak mereka. Sebelumnya, pernah ada bantuan berupa “ampas bir” sebanyak 8 ton, dari Perusahaan Bir di Bogor. Namun sifat bantuan tidak kontinyu, dan pendistribusiannya belum merata ke seluruh warga.

Terkait keinginan Tim Recovery HMP untuk ikut berkontribusi dalam program pencegahan dan penanggulangan dampak penambangan pasir di pekarangan warga Boyong, tim sempat diajak berkeliling oleh Kepala Dukuh untuk menyaksikan langsung lahan-lahan bekas penambangan pasir. Tim menyaksikan lubang-lubang galian memanjang dengan kedalaman 15-20 meter, dengan panjang dan lebar bervariasi, antara 10-20 meter. Menurut keterangan Kepala Dukuh, lokasi yang disaksikan tim telah ditambang selama 2 tahun, dan baru berhenti akibat erupsi Merapi. “Kalau tidak ada erupsi Merapi, mungkin mereka akan terus menggali lebih dalam. Karena semakin dalam di gali, kualitas pasir semakin bagus”, tutur Kepala Dukuh.

Tambang pasir sangat menjanjikan bagi warga setempat. Sebelum erupsi Merapi, setiap harinya ada 100 truk pengangkut pasir yang membeli pasir dari pekarangan warga Boyong. Dari pasir tersebut, pemilik pekarangan memperoleh pemasukan sekitar 100-200 ribu per hari. Keuntungan penjualan pasir dipergunakan warga untuk membeli pakan ternak. Kepala Dukuh mengaku kesulitan menghentikan aktifitas warganya untuk menambang pasir di lahan warga. Beliau telah berusaha membentuk kelompok ternak untuk mengalihkan aktifitas warga dari penambangan pasir ke peternakan, namun upaya itu tidak efektif, karena warga menganggap aktifitas penambangan pasir dapat mendukung usaha peternakan mereka. Kepala Dukuh juga pernah mengundang LSM Lingkungan, seperti WALHI, untuk memberikan penyuluhan kepada warga. Namun upaya itupun belum berhasil.

Penggalian pasir sering tidak mempedulikan kepentingan warga lain yang memiliki kapling lahan bersebelahan, sehingga sering terjadi konflik antar warga. Penggalian mengikis habis tanah (top soil) yang ada di pekarangan warga, dan menyisakan lahan-lahan kritis yang berupa cekungan panjang, lebar dan dalam. Lahan-lahan tersebut rawan longsor, dan untuk pemulihannya juga tidak mudah. Lahan yang belum ditambang harus tetap dikonserve dan lahan kritis bekas penambangan harus dipulihkan, misalnya dengan penanaman vegetasi. Pemilihan vegetasi harus disesuaikan dengan kondisi lahan (ekologis), dan harus mempertimbangkan jenis yang memberikan keuntungan ekonomi kepada warga. Dan di sinilah KEILMUAN kita ditantang (Laily *KASTRAT HMP)

Rabu, 05 Januari 2011

Selamat Menjalankan UAS & Jaga Kesehatan, Kawan!

Sekarang, memang tengah masa "sulit" untuk mahasiswa Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Bukan apa-apa, masa sekarang ini memang waktunya untuk persiapan Ujian Akhir Semester (UAS) Ganjil di tahun ajaran 2010-2011. Untuk itu sudah sebaiknya, kita berkonsentrasi untuk belajar menghadapi ujian tersebut. Atau mungkin ada yang seperti jurusan saya, Kajian Budaya dan Media UGM, yang semester 1 ini tidak menerapkan UAS secara langsung namun dengan pemberian tugas take home berupa pengerjaan paper antara 10-20 halaman minimal. Nah, apapun itu, semuanya butuh persiapan dan juga kesehatan baik jasmani maupun rohani.

Namun, mungkin nasib kurang beruntung tengah menimpa rekan kami, M. Luthfi Sonjaya, Kepala Departemen Media dan Opini (DEMO) Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) UGM. Dia harus menginap di RS Panti Rapih selama 3 hari karena terkena gejala demam berdarah. Alhasil, sebagaimana kebersamaan yang selama ini diterapkan di organisasi ini, tak pelak kemarin, Selasa, 4 Januari 2011, para anggota HMP UGM tersebut bersama-sama menjenguk Luthfi yang menginap di Ruang Elizabeth, Lantai 3, Ruang 317 RS Panti Rapih. Alhamdulillah, mungkin karena kunjungan kami yang penuh "pesona" itu, akhirnya hari ini, Luthfi sudah bisa pulang ke kostnya untuk kembali mempersiapkan diri menghadapi UAS. (Nita)